Sejarah Kota Padang tidak lepas dari
pengaruh kedatangan orang-orang asing yang kemudian menetap dan membangun kota
Padang.
Kemudian pertumbuhan beberapa kawasan yang
sedemikian pesat, mendorong terbentuknya struktur pemerintahan yang efektif
untuk dapat memberikan layanan kepada masyarakatnya.
Menurut tambo pada
masyarakat, kawasan kota ini dahulunya merupakan salah satu kawasan rantau
yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari dataran tinggi (darek).
Tempat pemukiman pertama adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau
di tempat yang sekarang bernama Seberang Pebayan. Seperti kawasan rantau
Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan daerah pesisir pantai barat Sumatera
berada di bawah pengaruh kerajaan Pagaruyung.Namun pada awal abad ke-17,
kawasan ini telah menjadi bahagian dari kedaulatan kesultanan Aceh.
Kota Padang telah dikunjungi oleh pelaut Inggris
di tahun 1649, kemudian mulai berkembang sejak kehadiran VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk
Minangkabau dari kawasan luhak. Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik
membangun pelabuhan dan pemukiman baru di pantai barat Sumatera untuk
memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau, selanjutnya
di tahun 1668, VOC telah berhasil mengusir pengaruh kesultanan Aceh dan
menanamkan pengaruhnya di sepanjang pantai barat Sumatera, hal ini diketahui
dari surat regent Jacob Pits kepada Raja Pagaruyung, yang berisi
permintaan dilakukannya hubungan dagang kembali dan mendistribusikan emas ke
kota ini.Walaupun pada tanggal 7 Agustus 1669, terjadi pergolakan masyarakat Pauh
dan Koto Tangah melawan monopoli VOC, namun dapat diredam oleh VOC. Peristiwa
ini dikemudian hari diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang.
Peranan kota Padang sebagai kawasan pelabuhan
dalam mendistribusikan hasil bumi dari pedalaman Minangkabau terus meningkat,
dengan membuat beberapa kontrak dagang dengan penguasa Minangkabau, Belanda
mendapatkan keuntungan yang banyak dalam monopoli perdagangan tersebut,
tercatat sejak tahun 1770 diberangkatkan dari pelabuhan Muara sebanyak 0.3
milyar pikul lada dan 0.2 milyar gulden emas per tahunnya.
Setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia, Mr. Abubakar Jaar diangkat sebagai walikota pertama kota
Padang dalam negara kesatuan Republik Indonesia, Mr. Abubakar Jaar merupakan
seorang pamong sejak zaman Belanda,yang kemudian menjadi residen di Sumatera
Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar